Hal.1-10

RIWAYAT HIDUP SINGKAT
LUTHER KOMBONG?

Saya dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 27 September 1950 di Tanah Toraja, Propinsi Sulawesi Selatan, dari seorang ibu bernama Maria Sumbung dan ayah yang seorang TNI bernama Petrus Kombong. Namun, sejak bayi saya tidak tinggal bersama kedua orang tua yang saya cintai, karena saya telah diangkat sebagai anak oleh paman saya yang ketika itu sebagai seorang Anggota POLRI yang bertugas di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Di Kota Pare-pare saya dibesarkan, dididik dan disekolahkan, mulai dari sekolah rakyat sampai lulus SMA.  

Hidup sebagai “anak kolong” di asrama Polisi, dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, tidak memberikan banyak pilihan cita-cita bagi saya untuk melanjutkan sekolah ke Universitas.

Oleh karena itulah saya memilih sekolah yang tidak lagi membutuhkan biaya dengan mendaftarkan diri ke AKABRI TNI AL setelah Tamat SMA di Pare-pare pada tahun 1969, dan langsung mengikuti tes di Ujung Pandang ketika itu. Saya sempat dinyatakan lulus pada test awal di Institusi Militer, yang kemudian dikirim ke Malang untuk mengikuti tes selanjutnya.

     Namun, pada tahap penentuan akhir, saya dinyatakan tidak lulus “gagal”.  Kegagalan inilah yang membuat saya galau untuk menentukan langkah selanjutnya, dan malu untuk kembali lagi ke Pare-Pare.

Dengan bekal niat dan tekad untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, saya mengambil keputusan untuk merantau ke Kalimantan Timur dengan menggenggam semboyan yang dalam bahasa (Bugis)“ IYAPA ULLISU NAREKKO URUNTU’NI USAPPA’E”, dan yang dalam bahasa TATOR (Tanah Toraja) “YAPA  KUSULE KE KUAMPA’MI TU KUDAKA’NA”, yang bermakna “Saya akan kembali setelah saya dapatkan apa yang saya cari”.

Sehingga dengan berbekal uang jalan dari Angkatan Laut, saya pun berangkat dari Surabaya dan tidak ke Pare-Pare lagi. Saya langsung ke Nunukan, Kalimantan Timur dengan kapal laut. Di Nunukan, saya bekerja serabutan, menjadi tukang kayu, tukang cat rumah, sampai mengumpulkan botol kosong untuk dijual.

Kerja keras saya itu ternyata menarik perhatian seorang Kepala Dinas Kehutanan yang kemudian menawarkan saya untuk menjadi pegawai honorer.

 Tiga bulan saya bekerja sebagai tenaga honorer, saya disekolahkan serta mengikuti beberapa kursus diklat di bidang kehutanan, akhirnya saya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang saya lakoni selama lebih kurang  16 tahun sambil saya berwiraswasta demi mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Keberhasilan berwiraswasta tersebut tentunya berkat ditopang oleh kerja keras, karena salah satu tekad saya, bahwa “Saya harus hidup lebih baik dari kehidupan sebelumnya”.

Pada tahun 1986  saya mengajukan cuti diluar tanggungan negara selama 3 tahun, namun cuti tersebut baru saya jalani 1,5 tahun, lalu saya mengajukan surat permohonan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena ingin berkonsentrasi penuh di bidang bisnis.

Saya disarankan oleh Kepala Kepegawaian Propinsi Kalimantan Timur untuk pensiun dini dengan meminta surat keterangan dari dokter yang intinya menyatakan bahwa saya telah uzur. Maksud beliau tentu baik, akan tetapi tawaran beliau spontan saya tolak karena sesungguhnya saya memang masih sangat sehat.

Setelah berhenti dari PNS, saya kemudian menjadi kontaraktor di beberapa perusahaan seperti PT. Suamalindo, PT.Troyana dan lain-lain. Pekerjaan sebagai kontraktor ternyata sangat menjanjikan, dan  kondisi ekonomi saya  waktu itu langsung meningkat pesat ibarat meniup balon.

Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, saya kemudian  menyadari bahwa kalau ingin sukses, lakukan 5 hal “5 kunci sukses”.


5 Kunci Sukses  Luther Kombong:
1.   BERANI
      → Bahwa sukses hanyalah milik orang yang berani.
2.   KERJA KERAS
      → Bahwa pekerja keras pastilah menghasilkan sesuatu .
3.   JUJUR
      → Bahwa kejujuran akan melahirkan kepercayaan, dan kepercayaan di atas segala-galanya.
4.      MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI
→ Bahwa hal ini sangat menentukan maju tidaknya sebuah perusahaan/ Organisasi.
5.      LINGKUNGAN
→ Bahwa pendekatan lingkungan sosial harus terus dijalin untuk menjaga hubungan atau relasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar